|
||
Ditulis oleh: SHIERLY MULYADI | ||
PERSEPSI MENGENAI KEKERASAN SUAMI TERHADAP ISTRI DAN KAITANNYA DENGAN PERSEPSI MENGENAI PERKAWINAN PADA ANAK PEREMPUAN DEWASA AWAL. Dibimbing oleh: Monty P. Satiadarma, MS/AT, MCP/MFCC, Psi.
Kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya menjadi masalah pribadi antara suami istri, karena hal tersebut juga membawa dampak negatif yang bersifat serius dan berlangsung dalam jangka panjang pada anak-anak mereka. Pengalaman menyaksikan kekerasan ayah terhadap ibu merupakan hal yang menyakitkan dan sumber stres bagi anak, karena anak bersifat rentan secara psikologis (psychologically frangile). Pengalaman sebagai saksi atas kekerasan antara orang tua akan membentuk pandangan dan penilaian negatif (mengenai dirinya dan dunia) pada diri anak. Padahal, kualitas kehidupan keluarga akan sangat mempengaruhi perkembangan keterampilan sosial dan pemilihan pasangan hidup anak di masa depan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara kekerasan suami terhadap istri dengan persepsi anak perempuan dewasa awal terhadap perkawinan. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 30 orang anak perempuan yang berusia 20-40 tahun, belum menikah, berpendidikan minimal SMU, tidak mengalami perceraian orang tua, pernah menyaksikan kekerasan ayah terhadap ibunya, serta belum pernah melakukan konseling yang berkaitan dengan masalah kekerasan keluarga. Untuk pengambilan data, digunakan kuesioner Data yang didapatkan dari kuesioner kemudian dikorelasikan dengan teknik korelasi Pearson Product Moment, dengan menggunakan bantuan program SPSS 9.01 for windows. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan antara kekerasan suami terhadap istri dengan persepsi anak perempuan dewasa awal terhadap perkawinan (rxy = 0,654, p < 0,01). Hal ini berarti bahwa jika anak mempersepsi semakin sering terjadi kekerasan ayah terhadap ibu, maka persepsinya terhadap perkawinan menjadi negatif. Selain itu, juga didapatkan hasil penelitian bahwa dimensi kekerasan finansial suami terhadap istri memiliki korelasi yang paling kuat dengan persepsi anak terhadap perkawinan, daripada dimensi kekerasan psikologis dan fisik.
|
||
diedit: 2003-04-21 22:08:39 dan | artikel ini sudah dibaca 593 kali. | ||
|