HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN BERAGAMA DAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA REMAJA AKHIR.
Rostiana M.Si., Psi & M. Nisfiannoor, M.Si., Psi

Subejctive well being adalah evaluasi kualitas melalui evaluasi secara kognitif (kepuasan hidup) dan evaluasi secara afeksi (afeksi positif dan afeksi negatif) Dalam bahasa sehari-hari, subjective well being disebut dengan istilah “kebahagiaan”. Individu yang memiiki level subjective well being yang tinggi pada umumnya memiliki sejumlah kualitas yang baik, seperti control emosi yang baik dan mampu menghadapi peristiwa-peristiwa dalam kehidupan dengan cara yang baik. Oleh karena itu, tingginya level well being memegang peranan penting pada tahap remaja akhir, yang sedang berada dalam tahap transisi dari tahap anak-anak menuju tahap dewasa. Terdapat beragam faktor yang dapat mempengaruhi subjective well being dan salah satunya adalah agama. Akhir-akhir ini beberapa peneliti menemukan peningkatan intensitas penghayatan kehidupan bergama pada remaja akhir. Penelitian in bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara komitmen bergama dan subjective well being pada remaj akhir. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif dengan teknik pengambilan sample purposive dan snow ball. Penelitian ini dilakukan di Universitas Tarumanagara (kampus I) pada 224 orang mahasiswa yang beragama Islam, masih memiliki ayah dan ibu, bukan anak tunggal dan berusia 19-22 tahun. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan SPSS 11.0 perhitungan data dilakukan dengan menggunakan rumus pearson correlation. Berdasarkan perhitungan data yang dilakukan, diperoleh nilai r = + 0,467, ρ < 0,01. Dengan demikian Ho ditolak. Hal ini berarti terdapat hubungan yang positif antara komitmen beragama dan subjective well being pada remaja akhir.