Fakultas Psikologi Untar tidak hanya ingin mengembangkan pendidikan psikologi dan menjadi salah satu pusat kajian psikologi di Indonesia, tetapi juga ingin memperkenalkan pandangan-pandangan psikologi kepada khalayak umum termasuk kepada kalangan para psikolog nasional sendiri. Pada bulan April yang baru saja berlalu, Fakultas Psikologi Untar mengundang lagi 3 pakar psikologi, dua di antaranya dari Canada, dan mereka justru banyak memperkenalkan psikologi Timur yang sementara ini kurang begitu ditelaah oleh kalangan psikolog nasional sendiri dan cenderung dianggap sebagai pandangan parapsikologi oleh masyarakat. Kedatangan ketiga pakar psikologi tersebut melengkapi program lokakarya yang pernah diberikan oleh Mr. Lee James seorang lulusan magister psikologi Australia, dramawan, dan pembicara internasional yang didukung oleh Brahma Kumaris. Ketiga pakar psikologi tersebut adalah Beth Hedva, PhD, Chok C. Hiew, PhD, dan Consuelo Barreda Hansen, PhD. Beth adalah anggota kehormatan psikologi klinis dan kelompok parapsikologi wilayah Amerika Utara, walau ia sendiri bermukim di Canada. Chok Hiew adalah seorang keturunan Malaysia yang sudah bermukim lebih dari 20 tahun lamanya di Canada dan seorang guru besar psikologi kesehatan di Universitas New Brusnwick. Consuelo adalah salah seorang direktur rumah sakit daerah di Canberra Australia.
Mereka semua hadir di Tarumanagara tidak semata-mata atas biaya Fakultas dan Yayasan, akan tetapi atas biaya para sukarelawan baik perorangan instansi maupun penerbangan internasional yang sangat tanggap terhadap kondisi hidup masyarakat Indonesia yang tengah menghadapi bencana alam dan konflik sosial. Sebagai contoh, jika Lee James didukung oleh Brahma Kumaris, maka Beth didukung oleh perusahaan tambang minyak Talisman, dan juga oleh penerbangan Cathay Pacific. Sungguh ini merupakan bukti kepercayaan masyarakat internasional juga bagi Fakultas Psikologi Untar, karena tanpa kepercayaan dari mereka, tidak semudah itu kiranya mereka bersedia mendukung dana perjalanan para pembicara ini untuk menjadi tamu Untar. Pihak Cathay Pacific misalnya beberapa kali secara langsung menghubungi Dekan Fakultas Psikologi Untar dan pihak Catahy Pacific Hongkong sendiri kemudian yang memenuhi perjalanan Beth dari Canada ke Jakarta.
Kalau Consuelo memberikan ceramah dan lokakarya dengan landasan Cognitive Behavior Therapy, sebuah sudut pandang mutakhir dalam Psikologi Barat, maka Lee, Beth dan Chok memberikan ceramah yang terkait erat dengan Psikologi Timur yang bersifat holistic, penyatuan tubuh dan jiwa di dalam kesemestaan. Dalam pandangan-pandangan tersebut, kemanusiaan tidak lagi dilihat dalam konteks yang terpisah berdiri sendiri namun merupakan bagian dari semesta. Jadi di dalam pandangan tersebut aspek spiritual juga dilibatkan, aspek ritual merupakan hal yang penting dalam membangun dan membentuk perilaku dan aspek kesadaran pribadi sebagai bagian dari semesta menjadi amat sentral seperti halnya konsep self-trancendence dalam transpersonal psikologi.
Dalam kaitannya dengan peristiwa bencana alam misalnya, manusia tidak lagi diarahkan untuk bersibuk diri dengan mengembangkan logika kognitif seperti halnya pada pandangan psikologi kognitif, akan tetapi diarahkan untuk membina komunikasi dengan semesta; aspek perasaan, emosi dan afeksi lebih dibangkitkan, dan keinginan untuk berbagi tidak hanya terhadap sesama manusia tetapi juga terhadap sesama mahluk hidup lebih dikembangkan. Dalam lokakarya guided imagery misalnya, Beth mengajak peserta untuk membayangkan hewan tertentu dan mencoba untuk berempati terhadap hewan tersebut untuk lebih mampu menghayati kehidupan secara utuh tidak hanya dari dimensi kemanusiaan namun dalam dimensi hewani bahkan dimensi vegetatif atau tumbuhan.
Chok juga memperkenalkan teknik yang disebutnya sebagai the butterfly (kupu-kupu) sebagai salah satu teknik relaksasi, bukan dengan melakukan meditasi berdiam diri namun aktif secara imaginer. Teknik ini merupakan salah satu bentuk pendekatan Qi Gong (Chi-Kung) untuk kesehatan, sebuah pemahaman tentang kehidupan yang telah berkembang ribuan tahun lamanya di daratan Cina. Jika kita simak istilah kupu-kupu sebagai teknik peningkatan kesejahteraan mental, kiranya tak jauh beda dengan istilah sang naga (dragon), the mantis (belalang), the crane (bangau) dan lain-lain dalam seni beladiri kungfu yang sudah populer di Indonesia berkat film-film Bruce Lee, Jet Lee, Jacky Chen dan lain-lain. Chok bukan petarung, dan teknik yang ia kembangkan bukan untuk seni beladiri dalam artian seni pertarungan fisik; namun ia mengembangkan seni beladiri dalam artian pembangunan pertahanan mental. Hal ini terkait dengan penelitian penelitiannya dalam resiliency (ketangguhan, kegigihan) yang sudah berlangsung sekitar 20 tahunan bersama dengan Prof Seisoh Sukemune, mantan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Hiroshima yang kini bertindak sebagai senior researcher di Mukogawa Woman University. Chok dan Sukemune sendiri telah mengembangkan kuesioner resiliency dan dalam waktu dekat akan dipublikasikan oleh pihak Takei, Jepang. Di samping itu, sejak tahun 2004 yang lalu telah dilakukan kesepakatan antara Chok dan pihak Untar untuk menjadikan Untar sebagai sentra kajian resiliency di Indonesia dan salah satu pusat di Asia Tenggara. Langkah ini masih dalam proses lebih lanjut; penelitian-penelitian kecil telah berlangsung dan kita menunggu pengesahan kesepakatan ini dari pihak Jepang.
Dalam kesempatan kunjungan para pakar internasional tersebut, mahasiswa psikologi Untar juga memaparkan hasil-hasil penelitian mereka yang kelak akan dijadikan landasan penelitian lebih lanjut. Salah satu hal kini tengah ditindak lanjuti adalah menyusun modul pelatihan resiliency bagi siswa sekolah dasar dan menengah di Jakarta. Beberapa sekolah yang berminat akan dijadikan pilot project, karena dari hasil kajian awal diperoleh gambaran bahwa makin tinggi resiliency siswa sekolah, makin tangguh mereka terhadap stress akademik. Padahal, jika siswa terbebani stress, kondisi belajarnya akan terganggu dan prestasi belajarnya juga mungkin menurun. Oleh karena itu, pelatihan ini amat penting dikembangkan di berbagai sekolah, bahkan jika mungkin, dalam rencana jangka panjang akan dilakukan di berbagai daerah di Indonesia.
Beth dan Lee dalam lokakarya mereka juga menampilkan teknik-teknik psikoterapi untuk mengatasi trauma, dan para calon psikolog serta para sukarelawan dari berbagi LSM yang mengikuti program ini merasakan adanya manfaat besar untuk menambah keterampilan mereka. Waktu yang diberikan memang relatif singkat, namun dengan program yang cukup padat itu mereka yang antusias mempelajarinya telah mencobakan kembali teknik tersebut pada orang lain atau klien dengan hasil yang menggembirakan. Beberapa di antara mereka yang menjadi sukarelawan selama pelatihan juga mengemukakan manfaat yang besar bagi mereka untuk mengalami peristiwa healing selama lokakarya dan pengalaman tersebut justru memperkaya mereka untuk mampu berempati terhadap orang lain yang memperoleh jasa healing dari mereka.
Kehadiran para pakar tersebut telah menunjukkan bahwa berbagai pendekatan psikologis yang mereka terapkan memang efektif untuk masyarakat Indonesia. Kalau selama ini ada berbagai keluhan bahwa pendekatan psikologi ala Barat kurang efektif bagi sebagian orang, mungkin memang mereka lebih cocok dengan pendekatan Timur. Justru hal inilah yang perlu untuk lebih dikembangkan dan dikedepankan, karena masyararakat Timur khususnya Indonesia memiliki pola kehidupan yang berbeda dengan msyarakat Barat. Oleh karena itu pula Psikologi Timur perlu lebih dikembangkan, dan Untar berharap untuk dapat memelopori hal ini.
Langkah Fakultas Psikologi Untar tidak hanya sampai di sini. Hasil ini memperkuat keyakinan bagi Fakultas Psikologi Untar untuk kembali bersiap diri menyelenggarkan pertemuan nasional dan internasional yang rencananya akan dilakukan di Hotel Borobudur Jakarta pada pertengahan Agustus 2005. Pertemuan tersebut meliputi pertemuan Divisi Psikoterpi HIMPSI tanggal 12-13 Agustus, dan Kongres Psikologi Asia I tanggal 14-16 Agustus, menjelang hari kemerdekaan Republik tercinta ini. Divisi Psikoterapi Himpsi yang digagas oleh Ketua Yayasan Tarumanagara sendiri, Prof. Dr. Singgih D. Gunarsa akan melibatkan sejumlah guru besar psikologi dan para praktisi psikoterapi nasional, dan Kongres Psikologi Asia akan melibatkan sejumlah pakar psikologi internasional, termasuk Chok Hiew sendiri, dan pakar dari Philippina, Cina, Amerika dan Australia. Mudah-mudahan upaya publikasi Psikologi Timur yang dilakukan Untar dapat mengguggah banyak pihak untuk lebih terlibat mengembangkan pandangan-pandangan dunia Timur demi mensejahterakan kehidupan masyarakat Timur itu sendiri.
|